Islamic Widget

Tuesday, March 15, 2011

Konvergensi IFRS di Indonesia, Pembahasan Khusus ISAK 11

Pendahuluan

IFRS ( International Financial Reporting standard ) adalah pedoman penyususnan laporan keuangan yang dapat diterima secara global. IFRS yang ada saat ini mengalami sejarah yang cukup panjang dalam proses terbentuknya. Mulai dari terbentuknya IASC / IAFB, IASB, hingga menjadi IFRS seperti yang ada saat ini. Jika IFRS telah digunakan oleh suatu Negara, berarti Negara tersebut telah mengadopsi system pelaporan keuangan yang dapat diterima dan diakui secara global di seluruh dunia sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan dimana Negara tersebut berasal.

Pengadopsian IFRS juga berlaku di Indonesia. Pengadopsian ini akan berlaku secara penuh pada tahun 2012 nanti seperti yang dilansir oleh IAI pada saat peringatan HUT nya yang ke-51. Dengan mengadopsi IFRS, perusahaan-perusahaan di Indonesia diharapka dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum.

Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008. Prinsip‐Prinsip G20 yang dicanangkan tanggal 15 November 2008 adalah sebagai berikut :

· Strengthening Transparency and Accountability

· Enhancing Sound Regulation

· Promoting Integrity in Financial Markets

· Reinforcing International Cooperation

· Reforming International Financial Institutions

Setelah pertemuan tersebut, dilanjutkan dengan pertemuan London Simmut 2 april 2009. Pada pertemuan ini menghasilkan 29 kesepakatan. Kesepakatan 13 dan 16 adalah mengenai Strengthening Transparency and Accountability. Pada butir kesepakatan nomor 15 dinyatakan, ” “to call on the accounting standard setters to work urgently with supervisors and regulators to improve standards on valuation and provisioning and achieve a single set of high-quality global accounting standards.”

Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu:

1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).

2. Kedua, mengurangi biaya SAK.

3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.

4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.

5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.

6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.

7. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Indonesia sendiri memiliki tiga pilar standar akuntansi, yaitu standar akuntansi Indonesia, SAK-ETAP, dan standar akuntansi syariah. IFRS hanya diadopsi untuk standar akuntansi keuangan.

Karakteristik IFRS

IFRS memiliki karakteristik, diantaranya :

§ IFRS menggunakan “Principles Base “ sehingga lebih menekankan pada intepreatasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut.

§ Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi.

§ Membutuhkan proffesional judgment pada penerapan standar akuntansi.

§ Menggunakan fair value dalam penilaian

§ Mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak

Proses Konvergensi IFRS

Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Sebelum membahas lebih lanjut proses konvergensi IFRS penulis akan memberi gambaran perbandingan antara IFRS dan PSAk menurut IAI.



Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara IFRS dengan PSAK, oleh karena itu dilakukan konvergensi antara PSAk dengan IFRS.

Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.

Di indoesia PSAK akan dikonvergensi secara penuh ke dalam IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir, dan tahap implementasi. Roadmap konvergensi IFRS dapat dilihat sebagai berikut :



Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :

· Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009‐Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan

· Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.

· Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah

· Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah

· Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.

PSAK disahkan 23 Desember 2009

1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan

2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas

3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri

4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi

5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama

6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi

7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset

9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi

10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:

1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus

2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa

3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan

4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik

5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:

1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol

2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang

3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah

4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana

5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:

1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud

2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web

3. PSAK 23 (2010): Pendapatan

4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi

5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)

6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010

7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010

1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja

2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya

3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)

4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.

5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim

6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010

1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan

2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian

3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca

4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010

1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan

2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah

3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi

4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi

5. ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya

Pembahasan Khusus : ISAK 11

ISAK 11 “Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik”. Diterapkan untuk distribusi searah (nonreciprocal) aset oleh entitas kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, seperti distribusi aset nonkas dan distribusi yang memberikan pilihan kepada pemilik untuk menerima aset nonkas atau alternatif kas.

Latar Belakang

01. Terkadang entitas mendistribusikan aset selain kas (asset non kas) sebagai dividen kepada pemilik* yang bertindak dalam kapasitasnya sebagai pemilik. Dalam kondisi tersebut, entitas dapat memberikan pilihan kepada pemilik untuk menerima aset non kas atau alternatif kas.

02. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tidak memberikan panduan bagaimana entitas harus mengukur distribusi kepada pemilik (umumnya sebagai dividen). PSAK 1 mensyaratkan entitas untuk menyajikan secara detail pengakuan dividen sebagai distribusi kepada pemilik baik dalam laporan perubahan ekuitas atau dalam catatan atas laporan keuangan.

Ruang Lingkup

03. Interpretasi ini diterapkan untuk distribusi searah (nonreciprocal) aset oleh entitas kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik:

(a) distribusi aset nonkas (misalnya aset tetap, bisnis* sebagaimana didefi nisikan dalam PSAK 22, kepentingan pemilik pada entitas lain atau kelompok lepasan sebagaimana didefi nisikan dalam PSAK 58; dan

(b) distribusi yang memberikan pilihan kepada pemilik untuk menerima aset nonkas atau alternatif kas.

04. Interpretasi ini hanya diterapkan untuk distribusi dimana semua pemilik pada kelompok instrument ekuitas yang sama diperlakukan sama.

05. Interpretasi ini tidak diterapkan untuk distribusi asset nonkas yang dikendalikan oleh pihak yang sama sebelum dan sesudah distribusi. Pengecualian ini berlaku untuk laporan keuangan terpisah, laporan keuangan individu dan konsolidasi entitas yang melakukan distribusi.

06. Sesuai dengan ketentuan paragraf 5, Interpretasi ini tidak berlaku ketika aset nonkas dikendalikan oleh pihak yang sama baik sebelum dan sesudah distribusi. “Suatu kelompok individu harus dianggap sebagai pengendali ketika, akibat dari perjanjian kontraktual, secara kolektif mereka memiliki kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasi entitas sehingga dapat memperoleh manfaat dari aktivitas entitas.” Oleh karena itu, distribusi yang berada di luar lingkup Interpretasi ini atas dasar pihak yang sama mengendalikan asset sebelum dan sesudah distribusi, kelompok pemegang saham individual penerima distribusi harus memiliki, sebagai akibat perjanjian kontrak, suatu pengendalian kolektif (ultimate collective power) atas entitas yang melakukan distribusi.

07. Sesuai dengan ketentuan paragraf 5, Interpretasi ini tidak diterapkan ketika entitas mendistribusikan sebagian dari kepemilikannya pada entitas anak namun mempertahankan pengendalian atas entitas anak. Entitas yang melakukan distribusi yang menghasilkan pengakuan atas kepentingan non pengendali pada entitas anak mencatat distribusi tersebut sesuai PSAK 4.

08. Interpretasi ini hanya mengatur akuntansi oleh entitas yang melakukan distribusi aset nonkas. Interpretasi ini tidak untuk mengatur akuntansi oleh pemegang saham yang menerima distribusi tersebut.

Permasalahan

09. Ketika entitas mengumumkan distribusi dan mempunyai kewajiban untuk mendistribusikan aset yang

bersangkutan kepada pemilik, maka entitas harus mengakui laibilitas atas utang dividen. Interpretasi ini membahas hal-hal berikut:

(a) Kapan entitas harus mengakui utang dividen?

(b) Bagaimana entitas mengukur utang dividen?

(c) Ketika entitas menyelesaikan utang dividen, bagaimana entitas mencatat perbedaan antara nilai tercatat aset yang didistribusikan dan nilai tercatat utang dividen?

INTERPRETASI

Saat Pengakuan Utang Dividen

10. Kewajiban untuk membayar dividen harus diakui pada saat dividen disetujui dan tidak lagi merupakan diskresi entitas, dan tanggal tersebut adalah:

(a) pada saat dividen diumumkan, misalnya oleh manajemen atau dewan direksi, disetujui oleh otoritas terkait, misalnya pemegang saham, jika yurisdiksi mensyaratkan persetujuan tersebut, atau

(b) pada saat dividen diumumkan, misalnya oleh manajemen atau dewan direksi, jika yurisdiksi tidak mensyaratkan persetujuan lebih lanjut.

Pengukuran Utang Dividen

11. Entitas harus mengukur laibilitas untuk mendistribusikan aset non kas sebagai dividen kepada para pemilik sebesar nilai wajar aset yang akan didistribusikan.

12. Jika sebuah entitas memberikan pilihan kepada pemilik untuk menerima aset non-kas atau alternatif kas, maka entitas harus mengestimasi utang dividen dengan mempertimbangkan baik nilai wajar dari setiap alternatif dan tingkat kemungkinan pemilik untuk memilih setiap alternatif.

13. Pada setiap akhir periode pelaporan dan pada tanggal penyelesaian, entitas harus menelaah dan menyesuaikan nilai tercatat utang dividen. Setiap perubahan nilai tercatat utang dividen, diakui dalam ekuitas sebagai penyesuaian atas jumlah yang didistribusikan.

Akuntansi untuk Mencatat Perbedaan antara Nilai Tercatat Aset yang Didistribusikan dan Nilai Tercatat Utang Dividen Ketika Entitas Menyelesaikan Utang Dividen

14. Ketika entitas menyelesaikan utang dividen, maka entitas harus mengakui perbedaan, jika ada, antara nilai tercatat aset yang didistribusikan dan nilai tercatat utang dividen dalam laba rugi.

Penyajian dan Pengungkapan

15. Entitas harus menyajikan perbedaan yang dijelaskan dalam paragraf 14 sebagai pos tersendiri dalam laba rugi.

16. Entitas harus mengungkapkan informasi berikut, apabila tepat:

(a) nilai tercatat utang dividen pada awal dan akhir periode; dan

(b) peningkatan atau penurunan nilai tercatat yang diakui dalam periode berjalan sesuai dengan paragraph 13 akibat perubahan nilai wajar aset yang didistribusikan.

17. Jika, setelah akhir periode pelaporan, namun sebelum laporan keuangan disetujui untuk diterbitkan, entitas mengumumkan dividen dengan mendistribusikan aset non kas, maka entitas harus mengungkapkan:

(a) sifat aset yang didistribusikan;

(b) nilai tercatat aset yang akan didistribusikan pada akhir periode pelaporan; dan

(c) estimasi nilai wajar aset yang akan didistribusikan pada akhir periode pelaporan, jika berbeda dari nilai tercatat, dan informasi tentang metode yang digunakan untuk penentuan nilai wajar.

TANGGAL EFEKTIF

18. Entitas harus menerapkan Interpretasi ini secara prospektif untuk periode laporan tahunan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan retrospektif tidak diijinkan. Penerapan lebih dini diperkenankan. Jika entitas menerapkan Interpretasi ini diterapkan sebelum 1 Januari 2011, maka entitas harus mengungkapkan fakta tersebut dan juga harus menerapkan PSAK 58 (sebagaimana telah diamandemen Interpretasi ini).

Kendala dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS

Dalam melakukan konvergensi IFRS, tidak selamanya berjalan mudah, tapi juga ada kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya:

1. Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya

2. IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.

3. Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.

4. Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.

5. Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.

6. Support pemerintah terhadap issue konvergensi.

Referensi :

· http://dientri.com/

· www.iasb.org

· www.iasplus.com

· www.iaiglobal.or.id .

· www.ifac.org

· http://www.bepro-seminar.com/BePRO419.pdf

· http://acctbuzz.blogspot.com/2009/08/proses-konvergensi-ifrs-2012-di.html

· http://www.sai.ugm.ac.id/site/images/pdf/ifrs.pdf

· http://www.iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi/seminar_ias41/1-Adopsi%20IAS%2041%20dalam%20Rangkaian%20Konvergensi%20IFRS%20di%20Indonesia-%20Roy%20Iman%20W.pdf

· http://staff.ui.ac.id/internal/0606050075/material/EDISAKNo.11.pdf

Wednesday, March 9, 2011

PUSAT LABA


Pengertian

Pusat laba (profit center) merupakan pusat pertanggungjawaban yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan biaya-biaya dan menghasilkan pendapatan tetapi tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tentang investasi. Pusat laba hanya bertanggungjawab terhadap tingkat laba yang harus dicapai. Misalnya: pimpinan anak perusahaan atau manajer divisi yang tidak diberi hak untuk mengambil keputusan tentang investasi.

Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba memungkinkan manajemen senior untuk dapat menggunakan satu indicator yg komprehensif, dibandingkan jika harus menggunakan beberapa indicator.

Banyak keputusan manajemen melibtkan usulan untuk meningkatkan beban dengan harapan bahwa hal itu akan menghasilkan peninkatan yang lebih bsar dlam peningkatan penjualan keputusan semacam ini disebut sebagai pertimbangan biaya/pendapatan (expense/revenue trade-off). Tambahan beban iklan adalah salah satu contohnya. Untuk dapat mendelegasikan keputusan trade-off semacam ini dengan aman ke tingkat manajer yang lebih rendah, maka ada dua kondisi yang harus dipenuhi.

1. Manajer harus memiliki akses ke informasi relefan yang dibutuhkan dalam membuat keputusan serupa.

2. Harus ada semacam cara untuk mengukur efektifitasnya suatu trade-off yang dibuat oleh manajer.

Langkah utama dalam membuat pusat laba adalah menentukkan titik terendah dalam organisasi dimana kedua kondisi diatas terpenuhi.

Seluruh pusat tanggung jawab diibaratkan sebagai suatu kesatuan rangkaian yang mulai dari pusat tanggung jawab yang sangat jelas merupakan pusat lana sampai pusat tanggung jawab yang bukan merupakan pusat laba. Manajemen harus memutuskan apakah keuntungan dari delegasi tanggung jawab laba akan dapat menutupi kerugiannya, sebagaimana dibahas berikut ini. Seperti halnya pilihan-pilihan desain system pengendaian maajemen, dalam ini tidak ada batasan-batasan yang jelas.

Manfaat Pusat Laba

· Kualitas keputusan manajer lebih meningkat. Hal tersebut dikarenakan keputusan tersebut dibuat oleh para manajer yang paling dekat dengan titik keputusan.

· Kecepatan pengambilan keputusan operasional dapat meningkat karena tidak perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari kantor pusat.

· Manajer kantor pusat dapat lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih luas, karena manajemen kantor pusat bebas dari pengambilan keputusan harian.

· Manajer lebih bebas menunjukkan imajinasi dan inisiatifnya, karena hanya sedikit batasan dari korporat.

· Memberikan tempat pelatihan sempurna bagi kemampuan manajerial secara umum. Para manajer mendapatkan pengalaman dalam mengelola seluruh area fungsional, dan manajemen yang lebih tinggi mendapatkan kesempatan untuk mengevaluasi potensi pekerjaan yang tingkatnya lebih tinggi.

· Kesadaran terhadap laba semakin meningkat, karena para manajer yang bertnggung jawab atas laba akan selalu mencari cara untuk meningkatkan labanya.

· Memberikan informasi siap pakai kepada manajemen puncak tentang profitabilitas komponen-komponen individual perusahaan.

· Output yg siap pakai membuat pusat laba sangat responsif terhadap tekanan utk meningkatkan kinerja kompetitif.

Kesulitan yang Dihadapi Pusat Laba

· Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memaksa manajemen puncak untuk lebih mengandalkan laporan pengendalian manajemen dan bukan wawasan pribadinya atas suatu operasi, sehingga mengakibatkan hilangnya pengendalian.

· Kualitas keputusan yang diambil unit akan berkurang apabila manajemen kantor pusat lebih mampu dan memiliki informasi yang lebih baik.

· Perselisihan dapat meningkat (karena argumen-argumen tentang harga transfer yang sesuai, pengalokasian biaya umum yang tepat dan kredit untuk pendapatan yang sebelumnya dihasilkan secara bersama-sama antara 2 atau lebih unit bisnis).

· Kompetisi yang tinggi antar manajer unit.peningkatan laba untuk satu manajer dapat berarti pengurangan laba bagi manajer yang lain. Dalam situasi seperti ini, seorang manajer dapat saja gagal untuk memberikan potensi penjualan ke unit lain yang lebih tepat untuk merealisasikannya.

· Adanya biaya tambahan karena duplikasi tugas di setiap pusat laba.

· Manajer yang kompeten terhadap satu kompetensi mungkin tidak ada karena tidak ada kesempatan yang cukup bagi mengembangkan kompetensi manajemen umum.

· Cenderung kepada profitabilitas jangka pendek daripada profitabilitas jangka panjang. Hal ini disebabkan karena setiap manajemen ingin melaporkan laba yang tinggi, manajer pusat laba dapat lalai melaksanakan penelitian dan pengembangan, program-program pelatihan ataupun perawatan.

· Optimalisasi laba dari pusat laba tidak dapat menjamin optimalisasi laba perusahaan secara keseluruhan.

Unit Bisnis sebagai Pusat Laba

Hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat laba kerena manajer yang bertanggung jawab atas unit tersebut memiliki kendali atas perkembangan produk, proses produksi, dan pemasaran. Para manajer tersebut berperan untuk mempengaruhi pendapatan dan beban sedemikian rupa sehingga dapat dianggap bertanggung jawab atas laba bersih. Meskipun demikian wewenang seorang manajer dapat dibatasi dengan berbagai cara, yang sebaiknya dicerminkan dalam desain dan operasi pusat laba.

Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah adanya batasan atas wewenang manajer unit bisnis. Batasan dapat muncul dari unit bisnis lain maupun dari manajemen korporat.

1. Batasan dari unit bisnis lain

Salah satu masalah utama teradi ketika suatu unit bisnis harus berurusan dengan unit bisnis lain. Batasan dari unit bisnis lain akan semakin tidak terlihat apabila keputusan produk, keputusan pemasaran dan keputusan perolehan dilakukan oleh satu unit bisnis, disamping itu terdapat sinergi antar unit bisnis. Jia seorang manajer unit bisnis mengendalikan ketiga aktivitas tersebut, biasanya tidak akan ada kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur kinerja. Pada umumnya semakin terintegrasi suatu perusahaan maka akan semakin sulit melakukan tanggung jawab pusat laba tunggal untuk ketiga aktivitas tersebut dalam lini produk yang ada.

2. Batasan dari manajmen korporat

Batasan dari manajemen korporat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu batasan-batasan yang timbul dari: pertimbangan-pertimbangan strategis, karena adanya keseragaman dan dari nilai ekonomis sentralisasi.

Hampir semua perusahaan mempertahankan beberapa keputusan terutama keputusan financial, pada tingkat korporat, setidaknya untuk aktivitas domestic. Akibatnya, salah satu batasan utama atas unit bisnis berasal dari pengendalian korporat terhadap investasi baru. Unit bisnis yang ada harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan bagian dari dana yang tersedia.

Pusat laba selain unit bisnis

Perusahaan multibisnis biasanya terbagi ke dalam unit-unit bisnis dimana setiap unit diperlakukan sebagai unit penghasil laba yang independen. Tetapi subunit yang ada dalam unit bisnis tersebut dapat saja terorganisisr secara fungsional missal aktivitas operasi pemasaran, manufaktur, dan jasa yang dijadikan sebagai pusat laba. Tidak ada prinsip-prinsip tertentu yang menyatakan bahwa unit tertentu yang merupakan pusat laba sementara dan yang lainnya bukan.

1. Pemasaran

Aktivitas pemasaran dapat dijadikan sebagai pusat laba dengan membebankan biaya dari produk yang terjual. Harga transfer ini memberikan informasi yang relevan kepada manajer pemasaran dalam membuat trade off pendapan/pengeluaran yang optimal, dan praktek standar untuk mengukur manajer pusat laba berdasarkan profitabilitasnya akan memberikan evaluasi terhadap trade off yang dibuat.

2. Manufaktur

Aktivitas manufaktur biasanya merupakan pusat beban, dimana manajemen dinilai berdasarkan kinerja versus biaya standard an anggaran overhead. Tetapi, ukuran ini dapat menimbulkan masalah, karena ukuran tersebut tidak mengindikasikan sejauh mana kinerja manajemen atas seluruh aspek dari pekerjaannya. Dalam hal ini diharapkan manajer membuat keputusan terpisah atas aktivitas pengendalian mutu, penjadwalan produk ataupun keputusan membuat atau membeli. Selisih antara harga jual produk dengan estimasi biaya pemasaran merupakan pertimbangan utama meskipun hanya merupakan laba semu.

3. Unit pendukung dan pelayanan

Unit Pendukung Pelayanan (pemeliharaan, TI, transportasi, teknik, konsultan, layanan konsumen dan aktivitas pendukung). Beban yang digunakan merupakan pertimbangan utama, jadi manajer harus mampu menentukan biaya pelayanan yang ekonomis meskipun berasal dari pemasok luar.

4. Organisasi lainnya

Yang dimaksud dengan organisasi lainnya dalam hal ini adalah kantor cabang. Suatu perusahaan dengan operasi cabang yang bertanggung jawab atas pemasaran produk di wilayah geografis tertentu seringkali menjai pusat laba secara alamiah.

Mengukur Profitabilitas Pusat Laba

Terdapat dua ukuran profitabilitas, yaitu kinerja manajemen dan kinerja ekonomis.

1. Pengukuran prestasi manajemen atau pengukuran prestasi personel dimaksudkan untuk menilai tingkat kinerja manajer suatu pusat pertanggungjawaban dalam mencapai tujuan. Pengukuran ini dilakukan dengan maksud untuk proses perencanaan, pengkoordinasian, pengendalian kegiatan, dan pemberian motivasi kerja para manajer pusat laba. Penilaian ini hanya sebatas pada pendapatan dan biaya yang memang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh manajer pusat laba yang diukur. Untuk menyatakan tingkat keberhasilan suatu pusat laba, maka hasil pencapaiannya dibandingkan dnegan standar atau anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Penyimpangan yang terjadi diantaranya akan menunjukkan seberapa baik prestasi atau kinerja yang dicapai.

2. Pengukuran prestasi ekonomi

Manajer pusat pertanggungjawaban tidak hanya dinilai sebatas pada pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan saja akan tetapi juga meliputi pendapatan dan biaya dari alokasi. Pengukuran kinerja ekonomi ini menekankan pada prestasi manajer pusat pertanggungjawaban sebagai suatu kesatuan ekonomi. Laporan ini dilakukan dalam frekuensi yang lebih jarang dibandingkan dengan pengukuran prestasi manajemen.

Jenis Jenis Ukuran Kinerja

Manajer pusat laba dapat dievauasi berdasar lima ukuran profitabilitas yaitu margin kontribusi, laba langsung, laba yang dikendalikan, laba sebelum pajak, atau laba bersih.

1. Margin Kontribusi

Margin Kontribusi merupakan selisih antara total pendapatan/penjualan dengan total biaya variabel, baik biaya variable yang terkendali maupun biaya variabel yang tidak terkendalian oleh manajer pusat laba yang bersangkutan. Konsep laba ini bermanfaat untuk perencanaan dan pembuatan keputusan laba pusat laba dalam jangka pendek, misalnya analisis biayavolumen- laba. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk penilaian prestasi manajer maupun prestasi ekonomi suatu pusat laba.

a) Tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi manajer pusat laba, karena:

(1) Tidak semua biaya variabel dapat dikendalikan oleh pusat laba. Misalnya biaya kebijakan yang ditentukan oleh manajer kantor pusat tidak dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba.

(2) Sebagian biaya tetap dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba, namun dalam konsep ini tidak memasukkan unsur biaya tetap sekalipun itu dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba yang bersangkutan.

b) Tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi ekonomi suatudivisi, karena konsep laba ini tidak memasukkan semua biaya divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi yang independen. Beberapa alasan kontribusi margin digunakan sebagai penilaian prestasi suatu divisi atau suatu pusat laba antara lain:

(1) Biaya tetap dianggapnya sebagai suatu biaya yang tidak dapat dikendalikan oleh manajer suatu divisi atau suatu pusat laba.

(2) Manajer pusat laba atau divisi harus berusaha memaksimumkan selisih pendapatan dan biaya variabel.

Untuk memberikan ilustrasi bagaimana bentuk tampilan masing-masing konsep rugi-laba tersebut diberikan contoh sebagai berikut.

Contoh:

PT Sribawono dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya memiliki dua divisi pokok, yaitu Divisi A dan Divisi B. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan selama tahun 2001 diperoleh informasi dari masing-masing divisi yang dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Berdasarkan informasi di atas, maka model penyusunan laporan rugi-laba dengan menggunakan konsep laba kontribusi divisi dapat disajikan sebagai berikut :

2. Laba Langsung Divisi

Laba langsung divisi dihitung dnegan cara mengurangkan pendapatan divisi dengan semua biaya yang langsung terjadi dalam divisi yang bersangkutan, tanpa memperhatikan terkendali atau tidak, variabel maupun tetap. Dalam konsep laba ini tidak memperhatikan alokasi biaya oleh kantor pusat. Konsep ini cocok untuk menilai profitabilitas suatu divisi dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang divisi dapat menghasilkan laba langsung sebagai bentuk kontribusi suatu divisi kepada perusahaan secara keseluruhan. Laba yang diukur dengan konsep ini tidak mencerminkan prestasi manajer divisi dan prestasi ekonomi divisi. Adapun bentuk tampilan laporan laba-rugi menggunakan pendekatan konsep laba langsung divisi dapat disajikan sebagai berikut :

3. Laba yang dapat dikendalikan

Laba terkendalikan divisi dihitung dengan cara mengurangkan pendapatan divisi dengan biaya-biaya yang terkendalikan oleh manajer divisi yang bersangkutan. Biaya terkendalikan divisi ini meliputi biaya variabel terkendali dan juga biaya tetap terkendali oleh divisi. Dalam konsep ini termasuk biaya yang dialokasikan, selama biaya tersebut memang dapat dikendalikan oleh divisi atau pusat laba yang bersangkutan. Misalnya biaya pelatihan, biasanya dialokasikan ke divisi atau pusat laba. Biaya pelatihan tersebut dapat merupakan biaya terkendali apabila divisi atau pusat laba memiliki wewenang untuk menentukan jumlah kaaaryawan yang dikirim untuk mengikuti pelatihan.

Dengan demikian konsep laba terkendali ini menunjukkan pada laba yang benar-benar dapat dikendalikan oleh pusat laba dengan mempertimbangkan baik biaya langsung maupun tidak langsung (yang dialokasikan oleh kantor pusat).

Laba terkendali divisi ini bermanfaat untuk menilai prestasi manajer divisi, karena laba terkendali menggambarkan kemampuan manajer divisi untuk menggunakan sumber-sumber yang berada di bawah wewenangnya untuk memperoleh pendapatan. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi ekonomi suatu divisi, karena tidak semua biaya divisi yang independen dimasukkan ke dalam perhitungan laba. Laba terkendalikan belum mencerminkan laba langsung divisi, karena biaya langsung yang sifatnya tidak terkendali baik tetap maupun variabel belum diperhitungkan ke dalam laporan rugi-laba. Adapun bentuk tampilan laporan laba-rugi menggunakan pendekatan konsep laba terkendali divisi dapat disajikan sebagai berikut :

4. Laba Sebelum pajak

Laba bersih divisi sebelum pajak dihitung dengan cara pendapatan divisi dikurangi dengan biaya langsung divisi dan dikurangi lagi dengan biaya dari kantor pusat. Konsep laba ini mencerminkan prestasi ekonomi divisi. Sebagai suatu kesatuan ekonomi, divisi menikmati jasa yang diberikan oleh kator pusat, oleh karena itu biaya jasa dari kantor pusat tersebut perlu dialokasikan ke divisi. Konsep pengukuran ini dapat diperbandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis dan sebagai dasar analisis ekonomi tentang profitabilitas divisi atau pusat laba. Beberapa alasan lain atas penggunaan konsep laba ini sebagai penilaian prestasi ekonomi antara lain:

a. Jika biaya kantor pusat tidak dialokasikan maka laba divisi tidak dapat menggambarkan kemampuan divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi.

b. Pengukuran laba bersih setelah pajak tidak bertujuan menilai prestasi manajer divisi tetapi tetapi untuk mengukur prestasi ekonomi.

c. Jika biaya kantor pusat dialokasikan kepada setiap divisi, manajer divisi semakin dapat menyadari pengaruh biaya tersebut sehingga akan berusaha menekan biaya kantor pusat.

Adapun bentuk tampilan laporan laba-rugi menggunakan pendekatan konsep laba bersih divisi sebelum pajak dapat disaji sebagai berikut :

Beberapa alasan keberatan terhadap penggunaan konsep laba bersih sebelum pajak sebagai dasar penilaian prestasi ekonomi divisi, karena:

a. Biaya kantor pusat merupakan biaya tidak terkendalikan oleh manajer divisi, sehingga menjadi tanggungjawab kantor pusat sepenuhnya.

b. Sulit ditentukan dasar alokasi yang adil dan telisi untuk setiap divisi, sehingga lebih sering ditentukan secara sembarangan

5. Laba bersih sesudah pajak

Konsep ini digunakan untuk menilai prestasi ekonomi divisi. Divisi dapat dikenai pajak apabila merupakan kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri. Namun demikian konsep laba ini jarang digunakan, karena:

a. Jika persentase pajak setiap divisi besarnya sama, maka laba divisi sesudah pajak merupakan persentase tetap dari laba divisi sebelum pajak.

b. Keputusan yangberhubungan dengan pajak biasanya dilakukan oleh kantor pusat.

Informasi yang diperoleh dari konsep laba bersih sesudah pajak antara lain:

a. Persentase pajak setiap divisi besarnya berbeda, karena penetapan besarnya pajak didasarkan pada strata tertentu sebagaimana yang berlaku di Indonesia.

b. Divisi yang beroperasi di negara yang berbeda biasanya menghadapi peraturan pajak yang berbeda pula. Adapun bentuk tampilan laporan laba-rugi menggunakan pendekatan

konsep laba bersih divisi sesudah pajak dapat disajikan sebagai berikut :

Referensi :

Anthony, Robert N dan Vijai Govindarajan. 2005. Management Control System. Jakarta ; Salemba Empat

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/11/makalah-pusat-labaunit-bisnis.html

http://blog.unila.ac.id/radengunawans/files/2010/07/Bab-8.pdf