Thursday, May 20, 2010

Inggris Segera Reformasi Sistem Keuangan

LONDON - Pemerintahan koalisi Inggris kemarin menyatakan akan memperkenalkan sistem pajak baru dan memperketat aturan bonus di sektor industri keuangan.

Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut perjanjian antara kubu pemerintah Konservatif dan Liberal Demokrat pekan lalu yang juga menyepakati pemisahan bisnis ritel dan investasi perbankan.

Dalam perjanjian tersebut juga disebutkan bahwa pemerintah akan memangkas defisit berjalan yang mencapai 11 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Kami menyadari bahwa pengurangan defisit dan kepastian pemulihan ekonomi adalah hal yang paling mendesak dihadapi Inggris," tulis pemerintah dalam dokumen resmi seperti dikutip Reuters.

Menkeu Keuangan Inggris yang baru George Osborne saat dikonfirmasi menyatakan, pihaknya akan memberikan perincian rencana reformasi keuangan tersebut pada Senin pekan depan. Adapun rencana reformasi sistem keuangan Inggris tahap awal termasuk mengurangi anggaran sebesar 6 miliar pound dan memulai memangkas defisit yang diperkirakan mencapai 163 miliar pound atau USD234 miliar pada tahun ini.

"Prioritas lain yang mendesak adalah memacu bank agar mau meminjamkan dana kepada untuk usaha kecil dan menengah," katanya di London.

Di bagian lain, Kanselir Jerman Angle Merkel kemarin menyatakan pihaknya akan membawa rencana reformasi sistem keuangan yang diusulkannya pada pertemuan forum G-20 Juni mendatang. Dia berharap rencana reformasi keuangannya akan mendapat dukungan internasional.

"Komunitas internasional harus memdukung ide ini meski negara Anda tidak terdampak krisis," kata Merkel.

Sementara itu, Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) kemarin menyatakan penjualan ritel Inggris April lalu meningkat di atas perkiraan dipicu kuatnya permintaan produk busana di sejumlah departemen store.

Berdasarkan data ONS, bulan lalu volume penjualan ritel di Negeri Ratu Elizabeth secara kewseluruhan naik 1,8 persen, termasuk penjualan bahan bakar kendaraan naik 0,3 persen, lebih tinggi dibanding proyeksi analis sebesar 0,2 persen.

"Secara keseluruhan, volume penjualan April naik perlahan-lahan sejalan diikuti naiknya pajak pertambahan nilai (PPN). Naiknya harga bahan bakar bukan hasil buruk," kata Philip Shaw, ekonom pada Investec.

Sekedar diketahui, PPN Inggris kembali dinaikkan menjadi 17,5 persen pada Januari lalu setelah selama 13 bulan dikurangi hingga 15 persen. Sejumlah ekonom bahkan memperkirakan PPN akan dinaikkan sampai 20 persen pada tahun ini untuk membantu mengurangi defisit anggaran Inggris.
(Yanto Kusdiantono/Koran SI/wdi

No comments:

Post a Comment